Irena Handono: Para Hakim Cepat Penjarakan Ahok, Bukti-buktinya Sudah Jelas Kok

post-feature-image
Perempuan yang akrab dipanggil Umi Iren ini mengaku sempat menjadi korban intimidasi juga saat bersaksi di persidangan kasus penistaan agama yang menjerat cagub inkumben DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Saya tidak bisa membela diri sepenuhnya, karena hakim tuh seolah memihak ke kubunya Ahok, ketika saya di pengadilan, duduk sebagai saksi hampir lima jam. Yang ditanyakan penasihat hukum Ahok menyimpang dari persoalan penodaan agama," kata Irena.

Pengakuan irena ini dibuat setelah terungkap adanya intimi­dasi yang dilakukan Ahok dan pengacaranya terhadap Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin saat bersaksi di persidangan Ahok. Berikut penuturan Irena Handono kepada Rakyat Merdeka;

Mengapa baru diungkap sekarang terkait adanya in­timidasi terhadap anda saat bersaksi di sidang Ahok?
Selama ini memang kubunya Ahok itu seperti bisa bebas berbuat apa saja di pengadilan. Mereka bisa mencecar para saksi seenaknya, menuduh para saksi seenaknya, bahkan melakukan pembunuhan karakter terhadap mereka. Para hakim sejauh ini terlihat membiarkan saja, sehingga para saksi jadi terpaksa mengi­kuti irama yang mereka buat.

Bisa dicontohkan bagaima­na tindakan seenaknya yang dilakukan kubu Ahok?
Contohnya ketika saya di pengadilan, duduk sebagai saksi hampir lima jam. Yang ditan­yakan penasihat hukum Ahok menyimpang dari persoalan pe­nodaan agama. Yang ditanyakan malah soal afiliasi saya dengan paslon tertentu apa enggak. Itu semua kan menyangkut personal dan jauh dari substansi. Saya anggap itu sebagai pembunu­han karakter, dan itu dilakukan kepada hampir semua saksi. Makanya kemudian saya tidak heran jika Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kiai Ma’ruf Amin dilecehkan juga saat bersaksi.

Bukankah di masa pilkada saat ini pertanyaan seperti itu bisa dibilang wajar?
Wajar kalau hanya jadi pernyataan tambahan. Katakanlah lima atau sepuluh menit mereka memastikan netralitas saya da­lam kasus ini. Sisanya harus­nya seputar ucapan Ahok dan penilaian saya tentang Ahok menistakan agama. Itu kan sub­stansi masalahnya. Saya sudah disumpah sebelum berbicara. Jadi setelah saya memberikan kesaksian dan mereka punya bukti kalau saya berbohong, tinggal minta tunjukan buktinya lalu minta supaya saya diperiksa. Tidak perlu mendeskreditkan saya dengan cara mencecar berjam-jam soal yang itu-itu saja.


Anda kan sebetulnya bisa membela diri dan memberi­kan penjelasan?
Saya tidak bisa membela diri sepenuhnya, karena hakim tuh seolah memihak kubunya dia.

Maksudnya?
Jadi waktu itu saya kan diberi kesempatan untuk menjelaskan oleh hakim. Saya jelasinlah semuannya. Tapi setelah saya menjelaskan, hakim tiba-tiba malah menanyakan, apakah dari tertuduh mau menanyakan ses­uatu? Di situlah mereka melaku­kan pembunuhan karakter. Di situ pula lah Ahok dan penasihat hukumnya menuduh saya, baik sebagai saksi palsu atau mem­beri keterangan bohong.

Saya tidak punya kesempatan menjawab, karena sesi pem­berian kesaksian untuk saya sudah selesai. Hakim seolah memberi kesempatan terdakwa menyampaikan, tanpa saya bisa menjawab.

Mungkin itu hanya kebetu­lan?
Tidak, itu memang seperti­nya sudah di-setting untuk melakukan pembunuhan karakter. Buktinya, begitu saya keluar sidang wartawan langsung ber­tanya beberapa pertanyaan yang tidak ada dalam sidang. Saya lupa pertanyaannya.

Setelah menjawab saya sem­pat tanya kepada wartawan, ternyata katanya pertanyaan itu dari press release yang diberi­kan oleh kubu Ahok setengah jam sebelum kesaksian saya berakhir.

Lalu kalau kedaannya begini, apa yang harus dilakukan?
Sekarang umat Islam harus merapatkan barisan. Jangan lagi hanya Front Pembela Islam (FPI), dan Gerakan Pengawal Fatwa (GNPF) MUI yang tegas bersuara.

Semua elemen harus tegas untuk berbagi tugas. Kalau kita menari, mereka juga harus kita paksa ikut menari.

Enggak minta Hakimnya sa­ja yang diganti supaya sidang berjalan lebih netral?
Enggak usah, kita kasih mer­eka kesempatan. Bagaimana pun kasus ini bisa bergulir dengan cepat. Tidak terlalu lama setelah dia ngomong, berkas langsung dilimpahkan ke Kejaksaan. Lalu dari Kejaksaan hanya dalam satu hari bisa dilimpahkan ke pengadilan. Jadi kita beri mereka kesempatan.

Ada pesan untuk para ha­kim ini?
Para Hakim cepat penjarakan Ahok. Bukti-buktinya sudah jelas kok. Video di Pulau Seribu, sesudahnya juga terjadi di Nasdem, di Balaikota, semua itu memang disangkal. Tapi kan semua sudah ada di Youtube, bukan rahasia lagi. Dari pada hanya memicu kegaduhan di ranah publik, sehingga bisa memicu gelombang massa yang lebih besar lagi.

Sepertinya Anda benci sekali terhadap Ahok sampai menuntut dia dipenjara sesegera mungkin?
Bukan begitu. Saya dan umat Islam sejatinya sudah memaafkan Ahok. Tetapi karena Indonesia merupakan negara hukum dan buktinya sudah terang benderang, baiknya kasus ini segera dipu­tuskan. Saya ibaratkan kasus Ahok seperti seorang suami yang mengendarai motor tanpa helm ke rumah sakit dengan mem­bawa istrinya yang sedang dalam keadaan darurat karena dalam proses melahirkan. Polisi, bisa memaklumi tindakan seorang suami itu, karena dalam keadaan darurat. Tetapi sanksi hukuman tetap harus dikenakan. ***
(rmol)

Click to comment